Pelabuhan Rambang Palangkaraya, Dulu Terkenal Kini Ditinggalkan

Kondisi Pelabuhan Rambang, Palangka Raya saat ini (foto:kontenkalteng.com)

Di era Tahun 1980, mahasiswa dan pelajar asal Palangkaraya, Kalteng yang dulu pernah menuntut ilmu di Banjarmasin, Kalsel, tentu tak akan pernah bisa melupakan keberadaan Pelabuhan Rambang. 

Baca juga: Pasca Hujan Deras, Debit Sungai Kahayan Meningkat

Terletak dipinggiran Sungai Kahayan, Desa Pahandut, Kecamatan Pahandut Palangkaraya, warga mengenalnya  dengan nama Pelabuhan Rambang.

Dulu, saat  sebelum akses Jalan darat Trans Kalimantan terhubung dan terbuka lebar, keberadaan pelabuhan ini  ini menjadi sangat penting untuk angkutan barang dan jasa.

Tempat ini adalah urat nadi yang menghubungkan Palangkaraya dengan Banjarmasin, Kalsel, Kabupaten Kapuas, serta sejumlah kabupaten yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito seperti Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Barito Utara (sebelum adanya pemekaran Kabupaten Murung Raya).

Selain tempat bertambatnya kapal barang, speedboat, pelabuhan ini juga tempat bersandarnya kapal penumpang yang dulu dikenal dengan nama bus air.

Bus air adalah sebuah kapal besar terbuat dari kayu yang terbagi dalam dua tingkat. Penumpangnya bisa mencapai 50-100 orang. Terdapat juga sebuah kantin makan yang biasanya terletak dibagian buritan kapal.

Layaknya sebuah bus, dengan harga tiket Rp. 25 ribu per orang, selama perjalanan penumpang  akan duduk manis dikursi yang disediakan selama 24 jam saat perjalanan dari Palangkaraya- Kuala Kapuas dan tujuan akhir Banjarmasin. Bayangkan!

Tercatat sejumlah nama bus air yang menjadi idola saat itu seperti Kapal Motor (KM). Bobby Kencana, KM. Dewi Kencana, KM Munifah, juga KM. Pancar Mas II yang khusus melayari jalur  DAS Barito, serta masih  banyak lainya. 

Namun jangan salah, selama perjalanan, terutama saat sore hari, penumpang akan dimanjakan melihat  pemandangan hutan dan binatang liar seperti monyet atau orangutan  dari  diatas atap kapal.

Sembari menyedot rokok dan menyeruput kopi, penumpang bisa merasakan sensasi melewati lekukan tajam sejumlah anak  sungai di daerah Tumbang Nusa yang dikenal tempat rawan kecelakaan dan sangat ditakuti oleh para motoris bus air.

Tak terhitung berapa banyak korban meninggal dunia akibat kapal yang ditumpanginya terbalik atau tabrakan dengan sesama kapal  didaerah  yang dikenal 'angker' itu. 

Ilustrasi bus air saat berlayar (foto:fecebook)

Manto (62) sedih saat mengetahui saat ini kondisi pelabuhan Rambang saat ini.

“Dulu saat bersekolah di Banjarmasin saya dan teman-teman selalu menggunakan bus air  dari  Pelabuhan Rambang,”ujarnya.

Pria yang kini berdomisili di Jakarta itu mengaku telah melihat kondisi pelabuhan Rambang saat ini.

“Saya hanya bisa berharap semoga pemerintah daerah bisa membenahinya karena pelabuhan ini penuh kenangan,”ujar pensiunan pegawai BUMN itu.

Sarni (63) mantan pengangkut barang di Pelabuhan Rambang mengatakan, sejak adanya akses jalan darat,  secara perlahan namun pasti keberadaan pelabuhan ini mulai ditinggalkan. Para pengguna transportasi sungai mulai beralih menggunakan jalur darat saat bepergian kedaerah lain.

"Sejak sepi penumpang otomatis kita kehilangan pekerjaan dan akhirnya saya berjualan di Pasar Palangka Sari (pasar besar),"ujarnya.  (Sur-OR2)