5 Band Indonesia Beraliran World Music Ini Sudah Go Internasional

Ilustrasi (pexels)

Tak hanya musik yang “kekinian”, aliran world music juga mulai diakui oleh penikmat musik dari berbagai kalangan.

Baca juga: Catat Tanggalnya, Ini 6 Konser dan Festival Musik di Indonesia hingga Akhir Tahun 2023

Dalam definisi yang tertulis di Collins English Dictionary, genre world music adalah sebutan bagi aliran musik populer yang berasal-usul etnis dengan gaya dan jenis di luar tradisi pop Barat dan musik rock.

Menurut Mohammad Amin, Direktur Musik, Film dan Animasi, seperti dilansir dalam laman resmi kemenparekraf RI, dalam sebuah komposisi world music ada yang sampai 80% menggunakan alat musik tradisional dan ada yang hanya sebagian kecil saja, begitu juga sebaliknya.

Krakatau Band dan Viky Sianipar, misalnya, termasuk band world music “kelas berat”. Band world music ini bisa dikatakan berhasil menambahkan instrumen tradisional pada lagu-lagu pop, jazz hingga rock.

Berikut 5 band dengan aliran world music asal Indonesia bergenre world music melansir laman resmi kemenparekraf RI :  

1. Krakatau Band/Krakatau Reunion

Kelompok musik ini diprakarsai Pra Budi Dharma, Dwiki Dharmawan, Budhy Haryono dan Donny Suhendra pada 1984. Band beraliran jazz dan  musik dunia ini sering gonta-ganti personel.

Terakhir, posisi vokalis diisi oleh Trie Utami, Indra Lesmana sebagai pemain keyboard, Donny pada gitar dan Gilang Ramadhan pada drum. Memiliki musikalitas yang tinggi, penampilan Krakatau Band selalu dinantikan penggemarnya. 

Krakatau Band sempat vakum selama 25 tahun lalu berganti nama dari Krakatau Band menjadi Krakatau Reunion. Bahkan untuk kembali naik ke atas panggung, diakui oleh Indra Lesmana sebagai tantangan tersendiri.

Sepanjang 2004-2016, Krakatau Reunion tampil maksimal pada setiap penampilan, mulai dari Kampung Jazz (Bandung), Jazz Market By The Sea (Bali), ASEAN Jazz Festival (Batam), Jazz Traffic (Surabaya), Economic Jazz Live (Yogyakarta), dan lainnya.

2. Sambasunda 

Dipimpin oleh Ismet Ruchimat, Sambasunda menyuguhkan musik fusion-etnik, gabungan antara berbagai alat musik tradisional dan modern. Dalam setiap penampilan, Sambasunda tampak riuh dengan formasi yang ramai, mulai dari kendang, saron, bonang, angklung, dan instrumen modern seperti gitar dan piano.

Mengawinkan gaya musik barat dengan tradisional, Sambasunda awalnya mendapat banyak kecaman dari pegiat tradisi senior. Namun, saat ini penampilan Sambasunda justru ditunggu oleh para penikmatnya dan sudah beberapa kali tampil di benua Amerika dan Eropa. 

3. V1MAST

Grup  band asal Yogyakarta ini mengkombinasikan alat musik tradisional dengan musik modern seperti drum electric. Diprakarsai oleh Vizal L. Mahasa, lagu-lagu  V1MAST begitu unik terdengar, salah satunya contohnya adalah lagu Kurikulum Hati yang menggunakan mata pelajaran IPA dan menjadikannya seperti surat cinta.

Lewat musik nyentrik, V1MAST langganan tampil pada berbagai festival musik lokal dan internasional. V1MAST menampilkan aksi membawakan lagu-lagu mereka ke hingga ke Budapest dan Hungaria, bahkan album mereka habis terjual di sana.

4. Viky Sianipar

Berkarir di industri musik sejak 2002, Viky Sianipar hadir meramaikan genre world music Dengan menggabungkan musik etnik Batak dan modern, lagu-lagu Viky Sianipar bisa dinikmati oleh semua orang dan kalangan.

Viky Sianipar kerap kali berkolaborasi dengan sejumlah musisi  lintas genre. Meski membawakan lagu-lagu pop dan rock, seperti lagu dari The Chainsmoker,Coldplay, dan Sting, Viky Sianipar tidak pernah gagal menyelesaikannya dengan aransemen tradisional, seperti taganing dan sarunai.

Pada Agustus 2016, Viky Sianipar bersama band-nya, Viky Sianipar and Friends, berangkat ke Austria untuk tampil sebagai undangan Stadtmusik Landeck-Perjen. Penampilan Viky Sianipar and Friends disaksikan oleh lebih dari 1.000 orang dengan membawakan lagu-lagu Batak dan komposisi musik Barat bernuansa etnis Batak.

5. KUA Etnika

Pada 1995, Djaduk Ferianto, Butet Kertaradjasa dan Purwanto mendirikan kelompok seni KUA Etnika. Dalam proses bermusiknya, KUA Etnika meyakini bahwa musik etnik di Indonesia, baik instrumen, melodi, maupun iramanya, senantiasa terbuka pada kemungkinan baru. Oleh sebab itu, KUA Etnika melakukan penggalian musik mereka dengan sentuhan modern agar bisa dinikmati oleh berbagai kalangan dan generasi.

Tahun 2004, KUA Etnika tampil di hadapan publik Graz, Austria, dengan membawakan musik hasil racikan berbagai instrumen tradisional dengan pengaruh fusion dan irama yang groovy. Pada 2020, KUA Etnik juga tampil di Cape Town International Jazz Festival usai menggelar Ibadah Musikal sebulan sebelumnya setelah memperingati 100 hari kematian Djaduk Ferianto yang berpulang pada 13 November 2019. (OR2)