Dr.Ir. Rawing Rambang, MP, Ketua Lembaga Minyak Pambelum dan Bacaleg PAN Dapil 2 DPRD Kalteng
kontenkalteng.com, Palangka Raya-Pekebunan kelapa sawit adalah satu-satunya industri yang tetap bertahan saat sector usaha lain harus ‘gulung tikar’ akibat hantaman Covid-19 yang berlangsung hampir 3 tahun lamanya tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)
Baca juga: BI Kalteng : Industri Kelapa Sawit Mampu Bertahan Saat Pandemi
Selain saat itu industry kelapa sawit di kalteng juga telah membuka lapangan kerja bagi warga dan meningkatkan perekonomian Kalteng.
Hal itu dikatakan Dr.Ir. Rawing Rambang, MP, Ketua Lembaga Minyak Pambelum dan Bacaleg PAN Dapil 2 DPRD Kalteng di Palangka Raya.
Dijelaskannya, ada 3 hal yang berperan terhadap sektor ini sehingga mampu bertahan dan bahkan berkembang dimasa pandemi.
“Pertama, produktivitas tanaman yang baik, penerapan protokol kesehatan (prokes) di internal sektornya, dan factor eksternal yang mempengaruhi kinerja sektor ini,”ujarnya, Kamis (17/8/2023).
Contohnya, untuk protocol kesehatan,industri kelapa sawit sangat patuh menerapkan aturan pemerintah dalam menekan merebaknya covid-19 khususnya di lingkungan perkebunan maupun industry.
“Ini tentunya dilakukan melalui strategi operasional yang standar, yang pada umumnya telah ditetapkan dan dijalankan oleh mereka,”paparnya.
Untuk diketahui, dari data BI Kalteng, secara nasional, ekspor produk kelapa sawit pada bulan Mei 2021 mencapai US$3,06 miliar atau sebesar Rp 44,41 triliun.
Sementara bila dalam PDRB Kalteng, kontribusi produk sawit terhadap total PDRB Kalteng sebagai berikut :
Untuk Perkebunan (mayoritas Sawit) 12.16% (2018), 12.07% (2019), 13.96% (2020). Kemudian industri makanan dan minuman (mayoritas CPO) 12.82% (2018),12.19%(2019),13.27% (2020). Sehingga Total kontribusi 24.99%(2018) 24.25% (2019) 27.23% (2020)
Dibagian lain mantan Kepala Dinas Perkebunan Kalteng itu menyebutkan, kontribusi kelapa sawit untuk perekonomian Kalteng
Menurutnya Komoditas minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas penyumbang ekspor terbesar setelah komoditas batubara.
“Kontribusi kelapa sawit sebesar 16,32% dari total ekspor Kalteng dari bulan Januari-Mei 2021 atau sebesar US$195,44juta,”jelasnya.
Diakuinya masih ada sejumlah kendala yang dihadapi industry kelapa sawit antara lain yakni di berbagai daerah penghasil kelapa sawit yaitu tidak adanya kontribusi penerimaan langsung dari komoditas kelapa sawit.
Hal tersebut disebabkan tidak adanya dasar hukum atau undang-undang (UU) yang memperbolehkan penerimaan langsung dari komoditas kelapa sawit.
Sehingga kata dia, perlu kiranya dilakukan peninjauan kembali UU Nomer 28 tahun 2009 tentang daerah dan retribusi daerah dengan maksud memperluas basis pajak yang tentunya tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi
“Kemudian juga UU Nomer 3 tahun 2004 yang diganti UU Nomer 33 Tahun 2004 tentang dana perimbangan agar daerah penghasil produk kelapa sawit mendapat langsung dana bagi hasil dan juga pajak ekspor produk kelapa sawit,”pungkasnya. (Dhan-OR2)