BI Kalteng : Industri Kelapa Sawit Mampu Bertahan Saat Pandemi

Palangka Raya Perkebunan kelapa sawit  merupakan satu kegiatan usaha yang hampir tak terpengaruh dengan adanya pandemi Covid-19. Kalaupun ada, tidak besar pengaruhnya. Bahkan hampir tak ada yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan sangat membantu perekonomian di Kalteng

Baca juga: Di Kalteng, Industri Kelapa Sawit Mampu Bertahan Saat Pandemi Covid-19

Di Kalteng, komoditas minyak kelapa sawit merupakan salah satu  penyumbang ekspor terbesar setelah komoditas batubara. Dengan kontribusi sebesar 16,32% dari total ekspor Kalteng dari bulan Januari-Mei 2021 atau sebesar US$195,44juta.

Untuk mengetahui seperti apa kontribusi kelapa sawit bagi pembangunan di Kalteng, KontenKalteng.com  melakukan wawancara dengan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalteng,  Rihando,  beberapa waktu lalu, berikut kutipannya.


Apakah benar Industri kepala sawit mampu bertahan saat pandemi Covid-19? Kenapa hal itu bisa terjadi? Apakah karena ini komuditas ini  penting untuk kehidupan?

Benar, sektor tersebut (kelapa sawit)  hampir tidak bepengaruh oleh pandemi Covid-19. Bukan hanya karena komoditas ini memiliki produk turunan dan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah, Rihando 


Mengapa industri ini kok  mampu bertahan ?

Setidaknya terdapat tiga hal yang menurut hemat saya berperan terhadap sektor ini, sehingga mampu bertahan dan bahkan berkembang dimasa pandemi, yaitu produktivitas tanaman yang baik, penerapan protokol kesehatan (prokes) di internal sektornya, dan factor eksternal yang mempengaruhi kinerja sektor ini.


Maksudnya?

Dari sisi tanaman,  kelapa sawit merupakan tanaman yang mampu beradaptasi dengan kondisi air yang kurang. Faktor cuaca selama semester I yang cenderung stabil tidak ada anomali, mendukung kinerja produktivitas kelapa sawit di Kalimantan Tengah.

Untuk  penerapan protokol kesehatan mereka seperti apa?

Dari  sisi penerapan protokol kesehatan, sejauh yang saya pahami, berdasarkan komunikasi yang kami lakukan dengan pengusaha sawit atau industry crude palm oil (CPO), sektor perkebunan kelapa sawit besarta industrinya merupakan sektor yang ketat dalam penerapan protocol kesehatan.

Mereka sangat patuh menerapkan aturan pemerintah dalam menekan merebaknya covid-19 khususnya di lingkungan perkebunan maupun industri, yang tentunya dilakukan melalui strategi operasional yang standar, yang pada umumnya telah ditetapkan dan dijalankan oleh mereka.

Dengan demikian, masalah sumber daya manusia, baik di kebun maupun di industry yang biasanya dialami oleh berbagai sektor, tidak terjadi di Perkebunan Sawit maupun di Industri CPO.

 Sementara dari sisi eksternal, kinerja sectoral dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan CPO seiring dengan membaiknya ekonomi negara mitra sejak awal tahun hingga kini . Selain itu faktor kenaikan harga komoditas minyak nabati lainnya seperti kedelai, turut mendorong naiknya harga sawit di pasar.

Seberapa besar nilai tambah sawit untuk ekonomi Kalteng?

Secara khusus kami belum pernah menghitung nilai tambah bagi ekonomi Kalteng. Namun demikian, berdasarkan kajian dari PASPI, perkebunan sawit telah menciptakan perekonomian baru di beberapa daerah kebun sawit, antara lain Kota Sampit (Kabupaten Kotawaringin Timur), Kuala Pembuang (Kabupaten Seruyan), Pangkalan Bun (Kabupaten Kotawaringin Barat) dan Kasongan (Kabupaten Katingan)  dan lainnya.

Nilai tambah yang dihasilkan baik dari serapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan petani dimana factor tersebut menciptakan multiplier effect khususnya bagi daerah sekitar dan Provinsi Kalimantan Tengah pada umumnya yaitu menahan laju kemiskinan perdesaan, memberikan kesempatan kerja dan meningkatkan ekonomi daerah.

 Kita tahu bahwa secara umum industry CPO di Kalimantan Tengah masih hanya sebagai pendukung hilirisasi Induk perusahaan yang ada di Jawa dan Sumatera.

Hilirisasi CPO di wilayah Kalimantan Tengah telah ada dalam bentuk minyak goreng kemasan bantal oleh beberapa perusahaan, dan produk biodiesel namun masih terbatas untuk perusahaan pengolahan wilayah Kotawaringin Barat.

Apabila hilirisasi ini massif dilakukan atau ditambah di Kalimantan Tengah, maka Insyaallah akan mampu lebih lagi meningkatkan ekonomi di Kalimantan Tengah. Sehingga hambatan-hambatan dalam hilirisasi perlu diminimalisir seperti infrastruktur dan regulasi yang lebih mudah.


Untuk diketahui, dari data  BI Kalteng, secara nasional, ekspor produk kelapa sawit pada bulan Mei 2021 mencapai US$3,06 mililar atau sebesar Rp 44,41 triliun. Sementara bila  dalam PDRB Kalteng, kontribusi produk sawit terhadap total PDRB Kalteng sebagai berikut :

Untuk Perkebunan (mayoritas Sawit)       12.16% (2018), 12.07% (2019), 13.96% (2020). Kemudian   industri makanan dan minuman (mayoritas CPO) 12.82% (2018),12.19%(2019),13.27% (2020). Sehingga Total kontribusi 24.99%(2018) 24.25% (2019) 27.23% (2020)

Apa kendala yang dihadapi industry Kelapa Sawit ?

Kami sempat diskusi dengan GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) mengenai upaya meningkatkan kontribusi Kelapa Sawit bagi ekonomi daerah. Terdapat beberapa kendala di berbagai daerah penghasil kelapa sawit yaitu tidak adanya kontribusi penerimaan langsung dari komoditas kelapa sawit.

Hal tersebut disebabkan tidak adanya dasar hukum atau UU yang memperbolehkan penerimaan langsung dari komoditas kelapa sawit. Sehingga perlu kiranya dilakukan peninjauan kembali UU No 28 tahun 2009 tentang daerah dan retribusi daerah dengan maksud memperluas basis pajak yang tentunya tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan juga UU No 3 tahun 2004 tentang dana perimbangan agar daerah penghasil produk kelapa sawit mendapat langsung dana bagi hasil dan juga pajak ekspor produk kelapa sawit.

Seberapa besar kontribusi  sawit untuk ekonomi Kalteng ?

Kontribusi Kelapa sawit dilihat dari luasan kebunnya mencapai 11,7% daratan Provinsi Kalimantan Tengah. Sementara dilihat dari peran kebun kelapa sawit terhadap total kebun sawit secara nasional mencapai 10%.

Komoditas minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas penyumbang ekspor terbesar setelah komoditas batubara, dengan kontribusi sebesar 16,32% dari total ekspor Kalteng dari bulan Januari-Mei 2021 atau sebesar US$195,44juta.

 Sementara komoditas Batubara berkontribusi sebesar 60,39% dari total ekspor Kalteng atau sebesar US$723,35 juta. Adapun total ekspor Kalimantan Tengah pada Januari-Mei 2021 adalah sebesar US$1197.89 juta.

Apakah ini artinya  termasuk besar kontribusinya?

Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa, Sawit beserta produk turunannya sangat besar kontribusinya terhadap ekonomi Kalimantan Tengah. Dan apabila terdapat produk hilir nya yang tercipta di Kalteng, maka akan semakin menambah daya dorong terhadap ekonomi Kalteng.

 Apakah tren  sawit akan tetap berjaya terus atau ada saatnya dia akan meredup, apa dampaknya untuk Kalteng?.

Kami melihat selama permintaan terhadap minyak nabati masih tinggi, maka prospek Sawit akan cerah. Selain itu beberapa negara produsen minyak nabati melakukan pembatasan mobilitas, dimana hal ini menjadi peluang bagi industry CPO Indonesia untuk berkontribusi memasok ke negara-negara mitra.

Selain itu, beberapa pengamat ekonomi juga menyatakan demikian yang juga didasari oleh harga komoditas nabati lain (Kedelai) yang meningkat dan minyak bumi juga masih akan naik, maka harga CPO akan ada dibelakang, dalam artian apabila harga kedelai naik, maka CPO pun akan naik dan hal tersebut berpotensi akan mendorong pertumbuhan ekonomi kita dari sisi ekspor. (Red)