Sambo

Ilustrasi

Apa itu keadilan? Di mana letaknya dalam hukum? Berabab silam filsuf Aristoteles menekankan bagaimana posisi keduanya. “Keadilan adalah intisari hukum," ujar murid Plato yang terkenal pintar, kritis, dan bijak itu.

Baca juga: Kejahatan

Keadilan telah menjadi salah satu  pemikiran terpenting para filsuf sejak bergesernya pemikiran dari “alam semesta” pada abad pertengahan sebelum Masehi ke “manusia.”  Keadilan adalah hal yang gampang diucapkan, sulit diterapkan. Selalu ada hal lain menjadi pemicu tarik menariknya.

Maka jelas: keadilan ada di atas kebenaran. Kebenaran mungkin hanya sederet fakta: dokumen, alat bukti, ucapan kesaksian, dan seterusnya. Ada pun keadilan ia tidak sekadar itu dokumen dan sebagainya itu. Ada unsur “rasa” di dalamnya. Ada unsur “kepekaan” di sana. “Ada unsur “kemanusiaan” di dalamnya.

Bertahun silam pengadilan di sebuah kota kecil di Jawa Timur menyidangkan seorang nenek yang mencuri tiga buah kakao. Tindakannya memenuhi syarat apa itu “unsur pencurian.” Sebuah kebenaran atas fakta. Tapi majelis hakim memutuskannya dengan memasukkan unsur “rasa keadilan” yang mereka miliki: yang didapat dari pelajaran kehidupan, pengalaman menjadi pengadil dan lain-lain. Nenek itu dibebaskan. Perempuan itu mencuri karena ia melihat buah itu jatuh di tanah, memungutnya untuk ditanam di kebunnya, agar ia memiliki pohon kakao -berbuah lebat- seperti milik perusahaan perkebunan raksasa di kampungnya itu.

Pada hakim keadilan itu akan terwujud dalam vonis mereka yang tidak melihat dan terpengaruh pada siapa pun kecuali pada kebenaran dan hati nurani. “Sebelum menjatuhkan sebuah vonis, saya selalu salat tahajud,” demikian seorang hakim, suatu ketika bercerita, apa yang ia lakukan sebelum dengan mantab menjatuhkan vonis  hukuman mati kepada seorang pengedar narkoba.

Pekan-pekan mendatang putusan  akan diketuk untuk para terdakwa yang terlibat pembunuhan Brigadir Joshua. Berjuta orang memberi komentar dan menaruh harapan ke mana palu hakim akan diketukan: hukuman mati, hukuman seumur hidup, penjara 18 tahun atau 15 tahun ke bawah untuk terdakwa dinilai dan disebut-sebut aktor intelektualnya: Ferdy Sambo. Hukuman itu, berapa pun angkanya, adalah cermin rasa keadilan para hakim itu. (Baskoro)