Pinjol

Ilustrasi (unsplash)

Kita tidak terkejut lagi jika ada masyarakat awam terjerat pinjaman online alias “pinjol.” Namun terungkapnya ratusan mahasiswa IPB  -kini menjadi “Universitas IPB”- di Bogor terjerat, terperangkap pinjaman online, ini membuat kita prihatin. Ada apa dengan para mahasiswa itu?

Baca juga: Lagi! 116 Pinjol Ilegal Ditutup dan Dilaporkan Polisi

Pinjaman online membuai karena satu hal: demikian mudahnya. Tak lebih lima atau sepuluh menit mereka yang membutuhkan dana dari pinjol ini segera langsung mendapatkannya. Tak ada kewajiban mengantre dan memasukkan berbagai syarat jaminan layaknya di bank atau koperasi konvensional. Pinjol memenuhi syarat kekinian di era digital: cepat, praktis, tak ribet.

Namun, kemudahan itu memiliki konsekuensi lain: bunga tinggi dan teror bagi mereka yang tidak atau terlambat mengembalikan atau membayar cicilannya. Salah satu ciri pinjol adalah pembayaran dengan cara mencicil dengan bunga tinggi. Mereka yang terlambat membayar cicilan akan mendapat denda yang akan membuat kewajiban membayar cicilan mereka terus meningkat jumlahnya. Karena itu kita sudah terlalu sering mendengar bagaimana bergelimpangannya para korban pinjol ini –bahkan hingga bunuh diri.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK telah memperingatkan perihal pinjol serta meminta masyarakat untuk hati-hati. Namun,  pinjol, terutama yang ilegal, terus tumbuh, memburu publik dengan menawarkan pinjaman, terutama  1 hingga 2 juta rupiah, yang bisa disalurkan dengan super cepat. Pinjaman jenis inilah rupanya paling laris.

Di sinilah tawaran itu membuai mahasiswa. Apa pun dalihnya, tawaran mendapat uang itu, membuat para mahasiswa kehilangan daya kritisnya. Mereka seperti tak paham bahwa apa pun skema pinjol tersebut, mendapat kucuran uang dari pihak yang mereka tak kenal semestinya harus dicurigai. Dan para mahasiswa IPB pun terjebak, terperosok oleh pinjol ini.

Kita bertanya untuk apa uang itu? Untuk keperluan studi? Atau sekadar untuk konsumtif karena mengira jumlah itu “masih dalam jangkauan,” gampang dikembalikan? Mungkin memang untuk studi, tapi lebih banyak yang percaya sebenarnya itu untuk konsumtif belaka. Kita tentu prihatin jika benar.

Kasus “pinjol mahasiswa IPB” membuktikan masyarakat kita –juga mahasiswa, kelompok yang  IQ-nya di atas rata-rata itu-  gampang diiming-imingi dan terbuai mendapat uang tanpa pernah memikir lebih jauh. Sebuah kondisi masyarakat yang sangat menyedihkan. (Baskoro)