Zoon Politicon

ilustrasi (pexels)

Murid terpandai Plato, Aristoteles, menamai manusia sebagai zoon politicon, kodrat yang melekat pada diri manusia. Thomas Hobbes, yang juga pemikir seperti Aristotele mempunyai sebutan lain untuk arti sama: homo homini lupus.

Makhluk sosial, demikian sifat manusia yang terbentuk sejak ia muncul ke bumi. Berkaum-kaum menciptakan kebudayaan dari abad ke abad. Dalam bentuk paling kecil, ia sekelompok manusia yang saling berbagi –dan bertahan hidup- sejak awal kebudayan manusia. Kita melihat jejak-jejak itu  -nenek moyang manusia-  pada gua-gua berumur ribuan tahun.

Dengan kodrat seperti itulah manusia berkembang, menemukan setingkat demi setingkat kebudayaannya dan terus mengeksplorasi apa pun di bumi ini. Kebudayaan yang berkembang dari masa sebelum Socrates, Plato, Aristoteles hingga abad modern ini. Dari jumlah manusia yang bisa dihitung jari hingga kini, pada 2022,  yang mencapai sekitar delapan miliar.

Makhluk sosial bermakna “manusia tidak bisa lepas dari manusia lain.” Ia terikat dan membutuhkan manusia lain. Membutuhkan di sini memiliki arti luas: tidak sekadar relasi untuk saling berbagi atau saling bantu, juga persaingan. Persaingan akan menciptakan banyak hal positif yang berujung pada lahirnya kebudayaan baru. Persaingan menciptakan kendaraan paling efisien dan ramah lingkungan, misalnya, melahirkan kendaraan listrik yang sebentar lagi akan menguasai peradaban transportasi umat manusia –melemparkan kendaran berbahan bakar fosil ke kotak sampah.

Makhluk sosial pada akhirnya membutuhkan sandaran  untuk saling memahami –pada titik mana pun, sekalipun misalnya ia bertikai. Ia memerlukan “pause,”  menarik nafas  sejenak dan mengumpulkan energi untuk kemudian berangkat lagi: menciptakan kemajuan.

Pada  momen seperti inilah, dalam agama,  kita melihat apa yang disebut silaturahmi –perwujudan manusia sebagai zoon politicon. Silaturahmi adalah pertemuan manusia –bisa hanya berdua, berempat, dan seterusnya, yang pada dasarnya untuk mengumpulkan kembali energi baru untuk kehidupan dan optimisme masa depan. Dan pekan-pekan ini, itulah yang dilakukan oleh umat Islam –momen yang  umat lain pun bisa bergabung untuk mendapat dan menghimpun energi silaturahmi itu. Selamat Idul Fitri. (Baskoro)