Pramuka

Ilustrasi Pramuka (Ist)

Pramuka

Baca juga: Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Kalteng Menerima Tanda Penghargaan Lencana Darma Bakti

Oleh: Lestantya R. Baskoro

Pramuka tak lagi menjadi kegiatan ekstrakurikuler yang wajib bagi siswa. Ketentuan ini ditetapkan oleh Menteri Pendidikan melalui Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. Berlaku sejak 26 Maret 2024 aturan ini mencabut Permendikbud No. 63 Tahun 2014 yang sebelumnya menyatakan pramuka sebagai kegiatan wajib.

Kita tak tahu secara detail bagaimana keputusan kegiatan pramuka itu tak lagi menjadi wajib. Apakah telah melalui penelitian? Apakah melalui sejumlah kajian akademik dan non akademik? Atau hanya melalui amatan-amatan, diskusi, curah pendapat, dan sejenisnya.

Pro kontra tentu mewarnai terbitnya aturan baru itu. Ada yang setuju ada pula yang merasa heran, dan bertanya-tanya: apakah Menteri sekarang tidak pernah ikut pramuka? Menikmati kegairahan dan keriangan pramuka? Atau melihat esensi apa itu yang dipelajari dalam pramuka.

Hingga kini kegiatan pramukan bisa disebut satu-satunya kegiatan yang bisa mengumpulkan pesertanya dari tingkat kecamatan hingga provinsi dalam sebuah kegiatan yang mereka semua pahami bersama: keahlian tali temali, berkemah, kode bendera (semaphore), membaca jejak, dan lain-lain. Kegiatan pramuka menjelma seiring ditanamkannya nilai-nilai etika yang justru kini makin luntur: menghormati ayah ibu, teman, kakak-adik dan lain-lain. Di luar itu, kedisiplinan dan kerapian.

Pramuka sesungguhnya kegiatan penting yang tidak membedakan satu dengan yang lain; menguburkan sekat-sekat kaya miskin, juga agama. Pada pramuka toleransi diajarkan dan diperlihatkan, bukan sekadar di bibir.

Pada pramuka yang menjadi keprihatinan justru pada pucuk pimpinannya yang biasanya diduduki pejabat atau mantan pejabat. Mekanisme pemilihan pucuk pimpinan pramuka secara demokratis gagal karena berbagai kepentingan kemudian bermain. Pada pucuk pimpinan yang tidak memiliki “jiwa pramuka” tidak bisa diharapan pramuka secara nasional menjadi besar dan maju. Untunglah, pada titik ini, di daerah-daerah,  kakak-kakak pembina, yang benar-benar berjiwa pramuka dan tak peduli dengan tingkah polah pucuk pimpinan mereka di pusat yang setiap bulan mendapat fulus -sementara mereka bergiat atas kecintaan mereka pada pramuka-  terus membina adik-adik mereka untuk tumbuh menjadi manusia berjiwa praja muda karana: para siaga, para penggalang. []